Sunday, March 13, 2011

Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat

Sains  Dibalik Beragam Peraturan dan Perundang-undangan yang 
Berhubungan dengan Keselamatan Manusia

Oleh: M. Kanedi 


I. PENDAHULUAN

Setiap manusia memiliki tiga unsur yang membentuk kepribadiannya: kebutuhan individu, kesadaran diri, dan cara betindak. Kebutuhan individu manusia sebagai makhluk biologis terdiri dari kebutuhan organik dan kebutuhan psikologis. Kebutuhan organik manusia terdiri dari: makan dan minum (nutrisi), keseimbangan suhu (metabolisme), bernafas (respirasi), buang hajat (defekasi), istirahat dan tidur (restorasi),  seks (reproduksi).   Kebutuhan psikologis meliputi: bersantai (relaksasi), kemesraan dan cinta, kepuasan altruistic (berbakti), kepuasan ego, kehormatan, dan kebanggaan. Di samping kebutuhan-kebutuhan individu tersebut di dalam diri setiap manusia ada kesadaran diri akan: identitas diri sendiri (fisik dan psikis), hubungan sosial (keluarga dan masyarakat), lingkungan alam hayati (flora dan fauna) serta lingkungan non hayati (benda-benda dan gejala alam) (Koentjaraningrat, 1990).

Adanya kebutuhan indivdu dan kesadaran diri itu lalu memunculkan cara betindak. Masalahnya, gambaran setiap manusia terhadap dirinya, masyarakat, dan lingkungan alam sekitarnya bisa berbeda-beda, oleh sebab itu cara, teknik, atau metode untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu tadi menjadi beragam. Cara, teknik, dan metode bertindak seseorang kadangkala menghasilkan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri, berbenturan dengan kepentingan (merugikan) orang lain, atau mengancam lingkungan. Itulah sebabnya ketika harus hidup berkelompok (dua atau lebih individu) manusia membuat dan memberlakukan aturan-aturan agar dampak tindakan tersebut dapat dihilangkan atau diminimalkan.

Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan prediksi manusialah yang melahirkan beragam aturan. Dalam konteks inilah sains (IPA) menjadi salah satu sumber inspirasi yang mendorong manusia merumuskan dan memberlakukan aturan-aturan. Sebutan aturan itu bermacam-macam bergantung pada ruang lingkup masalah yang dihadapi dan kepentingan yang dirasakan oleh kelompok manusia yang membuatnya, sehingga ada yang disebut etiket, kode etik, anggaran dasar-anggaran rumah tangga, konvensi, undang-undang dan lain sebagainya. Bentuk dan sifat aturan itu juga berbeda-beda, ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis; ada yang mengikat ada pula yang tidak mengikat.

Apa pun bentuk dan sifatnya, suatu aturan pastilah dibuat dengan alasan dan tujuan tertentu. Di dalam makalah ini disajikan contoh-contoh peraturan yang dibuat untuk keselamatan manusia yang didasarkan  pada dan/atau dapat dijelaskan dengan  fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori-teori sains.


II. PERATURAN-PERATURAN KESELAMATAN TRANSPORTASI

A. Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan
Di Indonesia (saat ini)  masalah lalu-lintas dan angkutan jalan (LLAJ) dipayungi oleh UU Nomor 14 Tahun 1992. UU tersebut dilengkapi dengan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Menteri untuk hal-hal yang bersifat teknis. Semua hal (prasarana, sarana, dan sumber daya manusia) diatur secara cermat di dalam “prangkat lunak” hukum tersebut. Di antara sekian banyak hal yang diatur tersebut, contoh yang akan dibahas di sini adalah: masalah kelengkapan kendaraan, batas beban,  dan manajemen awak kendaraan.

1.Kelengkapan Kendaraan
Salah satu kelengkapan kendaraan bermotor yang sangat penting adalah sistem lampu. Di antara lampu-lampu yang harus ada itu adalah lampu posisi, yaitu lampu yang berfungsi sebagai penanda di mana kendaraan berada. Lampu posisi ada yang dipasang di bagian depan (lampu posisi depan) dan ada yang  di belakang kendaraan (lampu posisi belakang). Lampu posisi depan berwarna putih yang belakang berwarna merah (tidak boleh dipasang sebaliknya).  Kedua macam lampu posisi itu harus terlihat pada malam hari saat cuaca cerah minimal dari jarak 300 meter, tetapi tidak boleh menyilaukan. Ketentuan lain, pemasangannya pada badan kendaraan tidak boleh melebihi ketinggian 125 cm dari atas permukaan jalan, apa pun jenis dan ukuran kenaraannya. Mengapa harus diatur seperti itu?

1) Masalah warna lampu
Cahaya merah adalah cahaya yang memiliki panjang gelombang paling besar diantara cahaya (sinar tampak). Gelombang cahaya merah memiliki kemampuan menembus medium paling baik (paling jauh)  sehingga lebih mudah (cepat) terlihat dibandingkan dengan berkas cahaya lainnya. Dengan karakteristik seperti itu maka cahaya merah cocok digunakan untuk isyarat yang membutuhkan reaksi cepat dari pengamatnya. Di taruh di bagian belakang kendaraan karena orang yang berkepentingan dengan isyarat tersebut adalah pengemudi kendaraan yang berada satu lajur (tepat di belakang) dengan kendaran tersebut. Karena berada pada lajur yang sama, maka kendaran yang berada di depan menjadi penghalang bagi kendaraan yang ada di belakangnya. Oleh sebab itu pengemudi kendaraan yang dibelakang harus mampu memberikan reaksi cepat ketika di depannnya ada kendaraan lain. Cahaya merah adalah cahaya paling tepat untuk itu.

2) Masalah ketinggian lampu
Saat mengemudi, arah pandangan mata pengemudi tertuju pada permukaan jalan yang ada di depannya. Cahaya terlalu tinggi bisa jadi akan berada di luar bidang pandang pengemudi yang seharusnya bereaksi terhadap cahaya tersebut. Selain itu,  indera penglihatan manusia lebih akurat menentukan arah dan ukuran relatif dibandingkan dengan jarak. Pada bidang horizontal, benda yang tertelak lebih tinggi seringkali kita persepsikan berada lebih jauh dari pada benda yang berada di posisi lebih rendah (apa lagi pada malam hari ketika latar belakang suatu objek tidak terlihat). Jelaslah bahwa, letak ketinggian lampu penting diatur sehingga kesalahan persepsi terhadap jarak cahaya (kendaraan) tidak terjadi.  

3) Masalah iluminasi lampu
Lampu posisi harus terlihat dari jarak minimal 300 meter. Mengapa minimal 300 meter? Syarat ini terkait hasil perhitungan waktu reaksi (reaction time) pengemudi dan kecepatan kendaraan. Waktu reaksi adalah waktu yang dibutuhkan seseorang untuk memberi reaksi terhadap suatu stimulus. Waktu reaksi terdiri dari Mental Processing Time (waktu pengolahan-mental) dan Movement Time (waktu pergerakan). Mental processing time (MPT) adalah waktu yang dibutuhkan untuk membuat keputusan tanggapan (respons) apa yang akan diberikan. Movement Time (MT) adalah waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan  kaki dari pedal gas ke pedal rem. MPT normal (rata-rata) manusia adalah 1,3 detik, sedangkan MT rata-rata 0, 2 detik, total reaction time adalah 1,5 detik.

Untuk lebih jelasnya tentang reaction time ini, perhatikan contoh berikut. Sebuah kendaraan melaju dengan kecepatan 100 km/jam, ini sama dengan 22,7 meter/detik, tiba-tiba pengemudi melihat ada cahaya lampu di depan lajur kendaraannya sehingga si pengemudi bereaksi untuk mengerem kendaraannya. Sejak stimulus (cahaya lampu) diterima sampai kaki pengemudi menginjak rem dibutuhkan waktu 1,5 detik. Dalam waktu tersebut kendaraan sudah meluncur sejauh 1,5 detik  x 22,7 m/detik = 34,5 meter. Jarak ini disebut Reaction Distance (jarak reaksi).

Langsung berhentikah kendaraan tersebut? Belum. Masih butuh waktu lagi sampai kendaraan tersebut berhenti yaitu: Device Respons Time (waktu respons peralatan). Device Respons Time  (DRT) adalah waktu yang dibutuhkan alat untuk berfungsi sejak diberi perlakuan. Dalam kasus ini, waktu sejak pedal rem tersentuh kaki sampai rem tadi menghentikan putaran roda. DRT rem ini bekisar antara 0,3 detik.  Selama 0,3 detik kendaraan sudah bergerak lagi sejauh 0,3 detik x 22,7 m/detik = 6,8 meter. Jarak ini disebut Brake Engage Distance (jarak tanggap rem). Berhentikah kendaraan saat itu? Belum juga, masih ditentukan oleh Physical Force Distance (PFD) yang besarnya ditentukan oleh gaya dorong benda (kedaraan). PFD akan makin besar (jauh) bila permukaan jalan licin (karena hujan misalnya) atau permukaan ban sudah gundul. PFD ini bisa mencapai 40 meter.  

Dengan demikian kendaraan tersebut dapat benar-benar berhenti setelah menempuh: reaction distance + brake engage distance + physical force distance. Untuk contoh kasus di atas total jarak hentinya adalah: 34,5 meter + 6,8 meter + 40 meter = 80,3 meter. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila cahaya tadi baru terlihat pada jarak 50 meter, pastilah tabrakan tidak bisa dihindarkan. Dengan terlihatnya cahaya dari jarak 300 meter pengemudi mempiliki waktu cukup menghentikan kendaraan dengan aman. 

2.Masalah Batas Beban Maksimum
Peraturan-peraturan LLAJ juga mengatur batas-batas beban muatan kendaraan, tujuannya untuk melindungi jalan agar tidak mudah rusak. Setiap jenis dan golongan  kendaraan, khusunya angkutan barang, tidak boleh memuat beban melebihi daya angkut yang diperkenankan, meskipun kendaraannya berukuran kecil? Mengapa?

Besarnya tekanan roda pada jalan dipengaruhi oleh: luas tekanan permukaan ban, jumlah roda, jumlah sumbu. Makin luas tekanan permukaan, makin banyak roda, dan makin banyak sumbu,  makin berat beban yang dapat dimuat  kendaraan. Misalkan, ada dua buah kendaraan pengangkut barang yang satu pick up yang satu lagi truk. Keduanya melalui sebuah jalan aspal yang hanya mampu menahan tekanan beban sebesar 17 kg/cm2. Bila tekanan lebih besar dari angka tersebut maka pelapis jalan akan pecah.

Kendaraan pick up memiliki 4 roda dengan berat kosong 800 kg. Bila luas permukaan sebuah roda yang menyetuh permukaan jalan (aspal) adalah 40 cm2 maka total luas permukaan 4 roda adalah 120 cm2. Tekanan yang diberikan mobil pick up dalam keadaan kosong adalah 800 kg/120cm2 = 6,6 kg/cm2. Andaikan kendaraan pick up tersebut hanya diperbolehkan mengangkut 1 ton beban, maka besar tekanan yang diberikan pada jalan bila pick up mengangkut muatan maksimum itu adalah (1.000 kg + 800 kg)/120 cm2 = 15 kg/cm2. Karena tekanan yang timbul masih dibawah kapasitas maksimum beban jalan, maka pick up dengan 1 ton muatan itu tidak membahayakan jalan. Akan tetapi, bila pick up tersebut memuat beban mencapai 1,4 ton, maka tekanan yang diterima jalan adalah (1.400 kg + 800 kg)/120cm2 = 18,5 kg/cm2. Tekanan sebesar itu sudah melampaui daya tahan permukaan jalan.

Bandingkan dengan sebuah truk 6 roda dengan luas permukaan setiap roda yang menyentuh jalan 100 cm2, artinya luas total permukaan roda yang menekan jalan adalah 600 cm2. Andaikan berat kosong truk itu adalah 3 ton dan beban maksimum yang diperbolehkan adalah 6 ton, maka dalam keadaan kosong truk tersebut hanya memberikan tekanan sebesar 3000 kg/600cm2 =5kg/cm2. Bila truk tersebut memuat beban maksimum sesuai dengan kapasitasnya maka tekanan pada jalan adalah (3.000 kg + 6.000 kg)/600cm2 = 15 kg/cm2.

Jadi, meskipun berat total truk dan muatannya hampir 4 kali lebih besar daripada berat pick up dan muatannya, truk belum menghasilkan tekanan yang berpotensi merusak jalan. Sedangkan pick up, meskipun berat total kendaraan berserta muatan-lebihnya hanya 2.200 kg sudah cukup untuk menimbulkan kerusakan pada jalan. Truk memiliki ukuran roda yang lebih besar sehingga luas permukaan roda yang menyentuh jalan juga besar, karena itu tekanan yang diberikan pada jalan lebih kecil. Sebaliknya  pick up, ukuran rodanya lebih kecil sehingga luas permukaan roda yang menyentuh jalan juga kecil sehingga tekanan yang diberikan pada jalan menjadi besar.  Itulah alasan mengapa kendaraan pengangkut barang tidak diperbolehkan mengangkut beban melebihi ketentuan.

3. Masalah Manajemen Awak Kendaraan
Unsur lain yang tidak kalah penting yang diatur di dalam peraturan-peraturan LLAJ adalah ketentuan-ketentuan tentang awak kendaraan, terutama kendaraan yang dijadikan sarana angkutan penumpang umum (bus). Waktu kerja pengemudi dalam sehari adalah 8 jam. Pengemudi bus yang harus bekerja lebih dari 4 jam secara berturut-turut harus diberi waktu sedikitnya setengah jam. Bila waktu tempuh perjalanan bus melebihi 12 jam maka penguasah harus menyediakan pengemudi pengganti. Mengapa waktu kerja pengemudi ini perlu dan penting diatur? Tentunya demi keselamatan penumpang bus, masyarakat, dan pengemudi bus itu sendiri.

Kesegaran fisik manusia dipengaruhi kondisi fisiologis (faal) tubuh. Pada kondisi fisiologis tertentu kesegaran fisik akan meningkat atau menurun. Kondisi fisiologis itu ternyata mengalami perubahan siklik dalam sehari, karena itu disebut circadian rhythm. Mekanisme penentuan waktu secara internal yang berperan dalam penyesuaian aktivitas harian, bulanan, atau musiman  makhluk hidup (manusia) dinamakan biological clock (jam biologis). Biological clock sangat besar pengaruhnya pada proses dan keseimbangan kondisi fisiologis tubuh, diantaranya produksi hormone, suhu tubuh, dan tekanan darah (Lihat gambar).

Aktivitas harian yang tidak teratur, misalnya karena berubahnya durasi dan jadwal kerja,  dapat menyebabkan gangguan pada ritme  jam biologis tadi. Bila jam biologis terganggu maka orang (subjek) yang mengalaminya dapat mengalami:
    Penurunan kondisi fisik, seperti: penat, lelah, kurang tenaga
    Gangguan fisiologis, antara lain: gangguan fungsi jantung, hormon, dll.
    Gangguan psikologis: gelisah, bingung, hingga halusinasi.
Penurunan kondisi atau gangguan-tersebut tentunya akan menurunkan kinerja pengemudi, yang pada akhirnya berisiko menimbulkan kecelakaan yang mengancam keselamatan orang banyak, lingkungan, dan diri si pengemudi sendiri.

Data kecelakaan lalu-lintas di jalan tol tahun 2006 menunjukkan 71% disebabkan oleh faktor pengemudi, 26% oleh faktor kendaraan, dan 3% oleh faktor lingkungan. Jadi faktor pengemudi adalah penyebab kecelakaan paling tinggi. Salah satu kondisi pengemudi yang paling banyak menyebabkan kecelakaan itu adalah kurang antisipasi. Kurang antisipasi dapat terjadi karena pengemudi mengalami kangguan fisik, fisiologis, dan psikologis. Itulah sebabnya, ketentuan tentang jam kerja pengemudi penting dipatuhi.


B. Transportasi Laut
Berbeda dengan transportasi darat, transportasi laut bergerak di lingkungan perairan, karena itu faktor penyebab dan bentuk kecelakaan serta sifat ancaman yang ditimbulkannya berbeda. Penyelamatan (evakuasi dan pertolongan) korban di darat relatif mudah dilakukan, tetapi di laut tantangan alam yang dihadapi jauh lebih banyak, kompleks, dan berisiko tinggi. Kondisi itulah yang menuntut komitment para operator moda transportasi laut untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan: larangan, anjuran, perintah yang termuat di dalam undang-undang negara dan/atau konvensi internasional. 

Salah satu konvensi yang harus diketahui dan dipatuhi oleh para operator (nakhoda) alat tramsportasi laut adalah tentang jarak  dan kecepatan aman. Konvensi internasional sudah menetapkan tata-cara berlalu-lintas di perairan, diantaranya tentang kecepatan dan jarak aman terhadap objek-objek di perairan. Ketika seseorang menjalankan speed boat maka ia wajib menjaga jarak minimal:
Ø      30 meter dari segala macam benda di air bila melintas dengan kecepatan lebih dari 10 knots (18 km/jam);
Ø      60 meter dari orang yang sedang berada di air (berenang, menyelam, berski, atau berselancar);
Ø      100 meter dari kapal keruk atau tongkang saat melintas lebih dari 4 knots.

Salah satu contoh kasus kecelakaan laut yang terkait dengan jarak aman itu adalah kasus kecelakaan laut yang terjadi awal Maret lalu di Perairan Kalimantan.  Sebuah speed boat mogok diberitakan tenggelam karena tersedot oleh baling-baling kapal besar yang melintas di dekatnya. Bagaimana speed boat, yang nota bene bukanlah benda kecil bisa tersedot ke bawah lambung kapal oleh arus yang ditimbulkan putaran baling-baling?

Dalam dunia pelayaran sudah lama diketahui adanya fenomena yang disebut dengan hydrodynamic effect yang dapat menyebabkan kapal berbenturan atau bertabrakan dengan kapal lain. Hydrodynamic effect timbul ketika gesekan air pada haluan dan lambung kapal menghasilkan turbulensi. Turbulensi adalah gaya tekan air terhadap sisi lambung dan buritan kapal ketika kapal bergerak (Lihat gambar). Semakin besar ukuran kapal semakin besar pula hydrodynamic effect yang ditimbulkannya. Itulah sebabnya makin besar ukuran kapal, dan makin tinggi kecepatannya, makin besar gaya tarik kapal tersebut terhadap benda-benda lain yang di sekitar lintasannya.

Data-data kasus tabrakan  yang melibatkan kapal-kapal berukuran besar mengungkapkan, hal lain yang menjadi sebab tabrakan adalah salah satu atau kedua kapal kehilangan kesempatan untuk menghindar, karena jarak dan kecepatan keduanya sudah tidak memungkinkan untuk menghindar lagi. Sebagai gambaran, sebuah super-tanker berukuran panjang 300 meter dengan bobot 400 ribu ton, butuh waktu 14 menit dengan jarak 3 km untuk berhenti dari kecepatan penuh (18 knot = 30 km/jam), sedangkan  untuk berbelok 90o dibutuhkan jarak 2 km (radius 1 km). Bila dua tanker yang saling berhadapan bergerak dengan kecepatan penuh maka bila keduanya ingin menghindari tabrakan dengan cara berhenti maka keduanya harus sudah “mengerem” ketika berada pada jarak lebih dari 6 km. Bila keduanya ingin menghindari tabrakan dengan cara berbelok (menghindar) maka keduanya harus sudah berbelok pada jarak lebih dari 2 km. Dapat dibayangkan bila salah satu atau kedua nakhoda tanker tersebut salah dalam memperhitungkan arah dan kecepatan kapal yang ada dihadapannya. Tingkat kesulitan pengendalian arah kapal ketika menghadapi situasi seperti itu akan semakin tinggi dengan semakin besar dan beratnya kapal.


 



















C. Transportasi Udara
Keselamatan penerbangan menempati urutan tertinggi di dalam konvensi dan/atau perundangan transportasi udara. Selain standard operational procedure (SOP) ketat yang harus dilaksanakan oleh awak pesawat, ada pula larangan yang harus dipatuhi oleh penumpang. Misalnya, penumpang dilarang menghidupkan dan menggunakan segala macam peralatan elektronik yang menggunakan gelombang radio, HP contohnya. Gelombang radio dapat mengganggu komunikasi dan system navigasi penerbangan yang semuanya menggunakan gelombang radio.  Gangguan terhadap sistem komunikasi dan navigasi penerbangan dapat menimbulkan kecelakaan fatal.

Selain larangan ada pula anjuran yang tidak secara eksplisit dinyatakan, tetapi rutin dilakukan oleh awak kabin pesawat (pramugara/i), sehingga banyak pengguna (penumpang) pesawat yang tidak mengetahui kegunaannya. Contohnya, sebelum pesawat lepas landas awak pesawat biasa menawarkan/membagikan permen kepada para penumpang. Untuk apa? Pembagian permen itu adalah tawaran-anjuran kepada penumpang agar menggerakkan rahangnya dengan mengunyah permen tersebut.  Gerakan rahang berguna untuk menciptakan keseimbangan tekanan udara kabin dengan tekanan udara di dalam ruang telinga tengah yang berhubungan dengan tenggorokan oleh saluran Eustachian. Keseimbangan tekanan udara itu penting untuk mengurangi atau meniadakan symptom biotrauma ketika mengalami perubahan tekanan yang meliputi salah satu atau beberapa gejala berikut.
·   Rasa nyeri atau ketidaknyamanan pada kedua telinga;
·   Perasaan seakan-akan ada sesuatu yang menutupi telinga;
·   Kedua telinga terasa tertekan;
·   Pusing-pusing;
·   Hilang pendengaran (sementara);
·   Sensasi brisik di dalam telinga (berdengung dsb);



III. KONVENSI TENTANG BAHAN KIMIA BERBAHAYA

Indonesia adalah salah satu negara yang ikut meratifikasi Convention on the Prohibition of the Development, Production, Stockpiling, and Use of Chemical Weapons and on their Destructio (Konvensi tentang pelarangan pengembangan, produksi, penimbunan, dan penggunaan senjata kimia serta tentang pemusnahannya), melalui UU Nomor 6 Tahun 1998. Komitmen Indonesia terhadap konvensi itu kemudian dipertegas lagi dengan UU Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia. Sedikitnya ada 12 golongan bahan kimia yang diharamkan untuk dimiliki, diperjualbelikan, dan digunakan oleh setiap orang di negara yang meratifikasi konvensi tersebut karena sifatnya sangat beracun dan mematikan. Beberapa diantaranya adalah: Sarin, Soman, Tabun, VX, Sulfur mustard, Lewisites, Nitrogen mustard, Saxitoxin, dan Ricin.

Mengapa komunitas dunia memandang perlu ada pelarangan penggunan senjata kimia? Senjata kimia dapat mengenai semua makhluk yang berkarakter biologis serupa, tanpa pandang bulu. Tanaman, hewan liar, hewan ternak, anak-anak, dan orang-orang yang tidak berdosa dan tidak terkait dengan suatu peperangan dapat menjadi korban.  Karena itu dampak penggunaan senjata kimia sangat mengerikan. Bila tujuan perang adalah untuk meningkatkan martabat manusia melalui perebutan harga diri dan kekuasaan, maka penggunaan senjata kimia dalam peperangan justru mengingkarai tujuan tersebut.

Selain mengatur pelarangan produksi, penimbunan, dan penggunaan bahan kimia tertentu yang dapat digunakan untuk senjata kimia, konvensi juga mengatur tata cara pengemasan dan pengangkutan bahan-bahan kimia tertentu untuk keperluan industri yang karena sifatnya dapat membahayakan keselamatan manusia, harta benda,  dan lingkungan. Salah satu ketentuan yang harus ditaati adalah pemasangan plakat berupa simbol yang menunjukkan sifat bahan kimia bersangkutan pada kemasannya. Berdasarkan plakat itulah bahan tersebut harus mendapat perlakuan tertentu, bila perlakuan salah akibatnya bisa sangat fatal. Kasus kecelakaan KMP Levina I yang terbakar di Laut Jawa tanggal 22 Februari 2006 lalu, menurut keterangan sejumlah saksi korban, disebabkan oleh api yang berasal dari sebuah kendaraan yang diduga membawa bahan yang mudah terbakar. Jika bukan karena kecerobohan, besar kemungkinan bahwa operator kendaraan tidak tahu cara memperlakukan barang bawaannya agar tidak menimbulkan kecelakaan. Kemungkinan lain, boleh jadi si operator bahkan tidak mengetahui bahwa barang yang dibawanya tergolong bahan yang mudah terbakar.

Bahan yang berpotensi membahayakan dan perlu dipasangi plakat pada kemasan dan/atau kendaraan pengangkutnya meliputi bahan yang bersifat: explosive, flammable atau combustible, corrosive, toxic, dan radioactive (Lihat gambar plakat di bawah ini). Bahan explosive adalah bahan yang mudah menimbulkan ledakan bila terkena panas, guncangan, atau gesekan misalnya nitroglyserine, trinitrotoluene (TNT) dan bubuk mesiu. Bahan-bahan flammable adalah bahan (gas, cair atau padat) yang memiliki titik nyala kurang dari 100oF (37,8oC), sedangkan combustible adalah bahan-bahan yang memiliki titik nyala kurang dari 200oF (93,3oC).

Bahan toksik adalah bahan yang dapat menyebabkan keracunan bila terhirup, tertelan, atau terkena kulit.  Contoh bahan-bahan toksik adalah vinil klorida (chloroethylen),  logam-logam berat Hg (air raksa), kadmium (Cd), dan arsen. Adapun bahan radio atktif, adalah kelompok bahan yang dapat memancarkan radiasi yang membahayakan kesehatan, misalnya  203Pb, 235U, dan 232Th.   Bahan korosif  adalah kelompok bahan yang dapat menyebabkan korosi (berkarat), khusunya pada logam, contohnya berbagai senyawa asam seperti cuka, asam klorida, dan asam sulfat.


IV. REGULASI TEMBAKAU (ROKOK)

Baru-baru ini di tanah air marak kontroversi tentang RUU Anti Tembakau. Ada yang pro tetapi juga ada yang kontra terhadap RUU tersebut. Perlukah masalah pemakaian tembakau atau perilaku merokok masyarakat diatur?
Mengingat banyak orang yang tidak suka merokok dan mereka berhak untuk dilindungi dari polusi asap tembakau para perokok maka RUU tersebut perlu.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan kebiasaan merokok berkorelasi positif dengan angka serangan penyakit dan kematian akibat kanker, serangan jantung dan hipertensi, serta kehamilan. Berikut data-data statistik hasil temuan para peneliti.
Ø      Harapan hidup orang yang tidak perokok  lebih  rata-rata panjang 8,3 tahun;
Ø      Bronchitis kronis 4-25 kali lebih tinggi risikonya pada perokok daripada orang yang bukan perokok;
Ø      Kanker paru, merokok diketahui sebagai penyebab tertinggi;
Ø      Kanker mulut: perokok memiliki risiko terserang 3-10 kali lebih besar;
Ø      Penyakit jantung koroner: merokok memberi kontribusi paling besar;
Ø      Kehamilan: wanita yang merokok selama hamil memiliki risiko melahirkan anak mati saat lahir, berat lahir rendah, dan kerentanan terhadap penyakit lebih tinggi dubandingkan wanita tak merokok;
Ø      Kesembuhan tulang: perokok lebih sulit mengalami kesembuhan cedera tulang hingga 30% dibandingkan dengan orang bukan perokok. Fenomena ini diduga merokok dapat menurunkan kandungan vitamin C tubuh, dan hambatan pada suplai oksigen ke jaringan yang cedera. Kurang vitamin C dan oksigen menyebabkan terganggunya produksi serat kolagen yang merupakan komponen utama tulang.

Kandungan asap rokok yang sejauh ini diketahui dapat membahayakan kesehatan adalah gas karbon monoksida (CO) dan nikotin. Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak beraroma, dan tidak berasa tetapi sangat mematikan. Bahaya karena  CO adalah memiliki kemampuan tinggi untuk berikatan dengan  hemoglobin (Hb). Bila di dalam darah terdapat CO maka Hb lebih suka mengikat CO, akibatnya Oksigen (O2) yang seharusnya diikat oleh Hb menjadi terabaikan. Kecenderungan Hb mengikat CO 200 kali lebih tinggi aripada dengan oksigen.  Akibatnya, suplai oksigen ke jaringan dan sel-sel tubuh menjadi berkurang. Kurangnya pasokan oksigen inilah yang bersifat fatal bagi tubuh.

Nikotin rokok yang masuk ke dalam darah dapat menyebabkan penggumpalan trombosit. Gumpalan trombosit itu dapat menghambat aliran darah, kondisi ini menybabkan menurunnya suplai darah ke jaringan. Selain itu, nikotin juga cenderung memacu produksi hormon adrenalin. Adrenalin tinggi memicu jantung bekerja lebih keras, tekanan darah meninggi, sehingga timbullah hipertensi.


V. MANAJEMEN LINGKUNGAN DAN TEORI PEMANASAN GLOBAL

Dewasa ini masyarakat sudah akrab dengan berbagai istilah-istilah seputar lingkungan seperti: efek rumah kaca, gas rumah kaca, dan pemanasan global  karena seringnya isu lingkungan dibahas di sekolah-sekolah, kampus-kampus, dan media massa.  Namun ketika ditanya: „apa arti semua istilah itu?“ banyak orang tidak bisa menjelaskannya dengan benar. 

Rumah kaca adalah bangunan yang atap dan dindingnya terbuat dari bahan kaca, bangunan ini biasa dibuat untuk tempat menanam tumbuhan percobaan agar mudah diatur suhu dan kelembaban udaranya. Di dalam rumah kaca radiasi infra merah tertahan sehingga memamnaskan udara di dalam rumah kaca tadi. Bumi kita diselimuti oleh udara yang kita sebut dengan lapisan atmosfer. Udara atmosfer tadi bertindak dan berfungsi layaknya kaca pada bangunan rumah kaca. Di bawah tutupan udara radiasi panas infra merah dari bumi terkurung di dalamnya, akibatnya suhu udara meningkat. Gejala meningkatnya suhu udara akibat terkurungnya panas itu disebut efek rumah kaca (green house effect).

Di atmosfer,  gas-gas yang bertindak dan berfungsi sebagai “kaca” pengurung bagi bumi iytu antara lain adalah CO2, uap air (H2O), metana, dan oksida nitrogen. Gas-gas itu, karena dapat menjadi penyerap panas yang menyebabkan naik suhu udara, disebut gas rumah kaca (greenhouse gas). Karena peningkatan panas itu terjadi di seluruh ruang atnmosfer bumi, maka gejala tersebut dinamakan pemanasan global (global warming).

Apa yang ditakutkan dari pemanasan global? Secara teoritis dapat menyebabkan perubahan dan kacaunya iklim dunia;  musnahnya  spesies-spesies makhluk hidup sehingga menurunkan keragaman hayati; serta mencairnya es di kutub-kutub bumi. Mencairnya es kutub itu dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut dunia lalu menenggelamkan kota-kota pantai di seluruh dunia, Jakarta salah satunya.

VI. PENUTUP

Ketidaktahuan (ignorance), egoisme,  dan kepentingan sesaat seseorang atau sekelompok manusia seringkali menjadi penyebab munculnya tindakan yang merugikan dan mengancam keselamatan. Sebagian orang kadang lupa bahwa alam ini memiliki keterbatasan, karenanya tak mungkin mampu memenuhi hasrat manusia yang tak pernah mengenal batas kepuasan. Tidak sedikit orang yang lupa bahwa ketika ia menuntut haknya akan sesuatu di sana juga ada hak orang lain. Juga, tidak sedikit orang yang lupa bahwa manusia tidak bisa eksis tanpa keberadan makhluk lain. Kita makan dari makhluk lain, kita berlindung dari makhluk lain, dan kita juga berharap pada makhluk lain.  Karena banyak yang dilupakan dan diabaikan itulah maka muncul perbuatan-perbuatan melanggar hukum untuk memenuhi hasrat yang tak pernah kenal kata cukup itu. Akibat yang ditimbulkan oleh sikap dan tindakan yang ingin menang dan “enak“ sendiri sudah terbukti menjadi penyebab timbulnya konflik sosial, kerusakan lingkungan dan bencana. Itulah sebabnya, kesadaran lingkungan, kesadaran sosial, dan kesadaran spiritual masyarakat, khususnya masyarakat pendidikan, perlu terus ditanamkan dan dikembangkan. Undang-undang dibuat untuk dipahami, dihormati, dan dipatuhi karena berguna untuk diri sendiri, masyarakat, dan lingkungan.


 

DAFTAR BAHAN BACAAN

Nebel, BJ & Wright, RT. 1996. Environmental Science: The Way the World Works. 5thEd. Prentice Hall. NJ.

Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan. Visimedia, Jakarta.

Tunggal, S.H. 2008. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun  2008 Tentang Penggunaan Bahan Kimia dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia. .Harvarindo, Jakarta.

Tunggal, S.H. 2008. Undang-Undang Pelayaran. Harvarindo, Jakarta

Carlson, N.R. 1977. Physiology of Behavior. Allyn and Nacon, Inc.  London

Shipman, J.T.& Wilson, J.D. 1990. Physical Science. .D.C Heath and Company, Lexington.

No comments:

Post a Comment