Sunday, March 13, 2011

Metode Ilmiah dan Ilmu Pengetahuan

 Oleh: M. Kanedi

Berawal Dari Rasa Ingin Tahu

Manusia adalah makhluk yang memiliki kapasitas mental paling tinggi dibanding makhluk hidup lainnya. Kapasitas mental yang tinggi itu menyebabkan manusia memiliki kemampuan menyerap, mengolah, dan memanfaatkan informasi untuk kepentingan hidupnya secara lebih baik dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain. Menyadari betapa pentingnya informasi bagi kehidupan maka manusia cenderung memiliki sifat ingin tahu terhadap segala sesuatu (fenomena). Sayangnya, lama hidup seorang manusia terlalu singkat untuk menyaksikan dan merangkum semua fenomena di jagad raya ini, oleh sebab itu pertumbuhan pengetahuan seseorang atau masyarakat lebih lambat dibandingkan dengan rasa ingin tahunya.


Stok pengetahuan yang terbatas menyebabkan manusia mencari beragam cara untuk memenuhi rasa ingin tahunya,  misalnya menjelaskan fenomena berdasarkan keyakinan tradisional dan prasangka. Pengetahuan yang dihasilkan melalui cara tersebut dinamakan mitos. Perkembangan selanjutnya adalah dengan menggabungkan keyakinan, prasangka, dan intuisi dengan hasil pengamatan sehingga lahirlah pseudoscience.

Seiring makin banyaknya pengetahuan dan makin berkembangnya penalaran manusia, mitos dan pseudoscience dirasakan tidak lagi sesuai dengan fakta-fakta yang ada sehingga para pemikir mengembangkan metode sistematis yang biasa disebut metode ilmiah. Dengan metode ilmiah, kualitas pengetahuan yang diperoleh makin baik dan lebih bisa dipertanggungjawabkan.  Pengetahuan yang dihasilkan melalui metode ilmiah itu disebut pengetahuan ilmiah.

Metode Ilmiah

Metode ilmiah adalah cara pemecahan masalah atau cara mencari jawaban atas pertanyaan tentang objek atau kejadian dengan urutan tertentu.  Metode ilmiah tidak bisa dipisahkan dari proses bernalar. Nalarlah yang melahirkan metode ilmiah. Tanpa kemampuan bernalar yang baik metode ilmiah cenderung tidak berfungsi.  Karena kekuatan nalar manusia tidak sama maka efektivitas (hasil) metode yang dipilih orang-perorang tidak selalu sama. Ada orang yang mampu mengajukan beragam bertanyaan terhadap satu objek atau peristiwa, tetapi ada pula orang yang sama sekali tidak memiliki pertanyaan terhadap objek atau peristiwa tadi. Itulah sebabnya, ada orang dengan mudahnya menemukan masalah untuk dipelajari, tetapi ada yang mengalami kesulitan menemukan masalah pada objek atau kejadian yang sama.

Dalam konteks ilmu pengetahuan, setiap objek atau kejadian yang menimbulkan rasa ingin tahu dan pertanyaan pada seseorang disebut fenomena. Proses yang dilakukan sesorang dalam rangka menemukan kesenjangan-kesenjangan pada suatu fenomena, misalnya melalui kegiatan observasi, disebut identifikasi masalah. Inilah langkah awal metode ilmiah. Selanjutnya bila dari kesenjangan-kesenjangan tadi orang tersebut mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan terukur maka orang tersebut sudah memasuki langkah kedua dalam metode ilmiah, yaitu perumusan masalah.

Setiap manusia, apa pun pendidikannya dan berapapun usianya, pasti telah memiliki pengalaman dan informasi di benaknya yang dapat dipertalikan dengan fenomena yang sedang dihadapinya. Bila orang tersebut mampu menggunakan pengalaman dan informasi (pengetahuan) yang telah dimilikinya untuk memberi jawaban (sementara) atas pertanyaan yang telah diajukannya terhadap kesenjangan pada fenomena tadi maka orang tersebut sampai pada langkah ketiga metode ilmiah, yaitu berhipotesis.

Hipotesis adalah kesimpulan yang semata-mata dihasilkan oleh kekuatan nalar tetapi belum teruji secara empirik, oleh sebab itu hipotesis belum tentu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga (mungkin) harus ditolak. Bila orang yang berhipotesis tadi mampu merumuskan cara menemukan bukti yang dapat digunakan untuk membenarkan atau menyangkal kesimpulan sementara tadi, maka orang tersebut memasuki langkah keempat dalam metode ilmiah, yaitu  uji hipotesis.

Dari uji hipotesis tadi biasanya akan diperoleh sekumpulan informasi yang dapat dimaknai yang disebut data. Ketika seseorang mampu dan berhasil merumuskan pernyataan umum berdasarkan data tadi, pernyataan tersebut relevan dan dapat digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis, maka orang tersebut memasuki tahap akhir metode ilmiah, yaitu menarik kesimpulan. Kesimpulan yang dihasilkan itu disebut kesimpulan ilmiah. 


  
Pengetahuan Ilmiah


Kesimpulan-kesimpulan ilmiah yang telah teruji dan mendapat pengakuan umum disebut pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Pengetahuan ilmiah hadir dalam beberapa bentuk dan jenjang: fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Berikut adalah pengertian dan contoh bentuk-bentuk pengetahuan ilmiah, khususnya dalam bidang sains.

Pengetahuan ilmiah
Pengertian
Contoh
Fakta

Fakta ilmiah adalah deskripsi akurat tentang apa yang teramati, atau pernyataan objektif yang dapat dikonfirmasikan kebenarannya (empiric) tentang sesuatu yang benar-benar ada atau peristiwa yang benar-benar terjadi.
-    Adalah fakta bahwa magnet menarik benda-benda tertentu
-    Adalah fakta bahwa butiran air yang jatuh berbentuk bulat.
-    Adalah fakta bahwa pelangi terdiri atas beberapa warna

Konsep
Konsep sains adalah rumusan akal atau gagasan umum tentang objek atau kejadian yang didasarkan pada sifat-sifat objek atau kejadian tersebut.
-Bahwa magnet dapat menarik benda-benda tertentu adalah fakta, tetapi pada setiap magnet ada tempat atau bagian yang memiliki kekuatan paling tinggi, ini melahirkan konsep kutub magnet.
Prinsip
Prinsip sains adalah rumusan atau generalisasi hubungan fakta dengan konsep. Prinsip lebih bersifat analitik, bukan sekedar empiric.
Udara yang dipanaskan memuai. Ini adalah contoh prinsip sains yang menghubungkan konsep udara, panas,  dan  pemuaian.
Hukum
Hukum adalah prinsip-prinsip khusus yang diterima secara meluas setelah melalui pengujian berulang.
Hukum kekekalan energi: Energi tak dapat diciptakan atau dimusnahkan melainkan hanya dapat dialihbentukkan.
Teori
Teori ilmiah adalah penjelasan umum atau model imaginatif tentang hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip-prinsip. Teori ilmiah berguna untuk memudahkan memahami, memprediksi, atau mengendalikan fenomena alam.
-       Teori Big bang
-       Teori evolusi
-       Teori pemanasan global
-       Model atom
-       Model membran sel (bi layers membrane)



Karakteristik  Scientific Knowledge 

1.     Ranah sains adalah alam materi. Dengan demikian yang dapat dikaji sains itu bersifat terbatas, terbatas pada hubungan sebab-akibat yang bekerja pada alam materi. Pertanyaan atau keingintahuan di luar ranah itu, mungkin akan tetap tak akan terjawab karena sifatnya subjektif. Misalnya pertanyaan tentang: “Mengapa kita (manusia) ada, dan untuk apa?”; atau “Apakah alam ini mempunyai tujuan?”; atau “Adakah tata nilai moral yang mutlak bagi manusia?” Jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut bersifat subjektif.  Artinya, jawaban itu muncul dari dalam diri seseorang sebagai buah hubungan antara pengalaman dengan mental yang membentuk kesadaran orang bersangkutan.

2.   Pengetahuan ilmiah bersifat objektif.  Objektif artinya: berlaku umum dan dapat diuji. Semua fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori sains dapat diuji. Klaim, kesimpulan, atau keyakinan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya bukanlah klaim, kesimpulan, atau keyakinan ilmiah.  Misalnya, di masyarakat kita ada kepercayaan bahwa orang-orang tertentu memiliki kemampuan melihat, berhubungan, dan memanfaatkan jasa makhluk-makhluk halus seperti jin dan siluman. Tidak ada orang yang mampu menemukan cara untuk menguji atau membuktikan klaim dan keyakinan tersebut, oleh sebab itu keyakinan atau klaim tersebut tergolong tdak ilmiah.

3.   Kebenaran ilmiah bersifat tentantif. Pengetahuan ilmiah diperoleh dari hasil pengamatan, analisis, dan inferensi terhadap fenomena alam. Manusia mengandalkan inderanya untuk menyerap informasi dari alam, karena indera manusia memiliki keterabatasan maka tidak ada jaminan bahwa informasi yang kita dapatkan sesuai dengan yang sebenarnya. Selanjutnya, karena alam ini bersifat kompleks maka tidak ada jaminan bahwa kita dapat dengan mudah merumuskan fakta-fakta dengan mudah dan membuat prediksi dengan akurat. Selain itu, alam ini juga bersifat dinamis, sehingga tidak ada jaminan pula bahwa fenomena yang kita temui saat ini akan pasti ada dan dapat kita jumpai di masa-masa mendatang. Jadi sifat tentatif pada pengetahuan ilmiah dan sains itu adalah melekat.   

Meskipun bersifat tentatif bukan berarti pengetahuan ilmiah dan metode ilmiah lemah sehingga kita perlu mempertahankan pengetahuan dan cara-cara memperoleh pengetahuan primitif yang hanya bertumpu pada prasangka dan keyakinan, seperti tahayul dan mitos.  Sifat tentatif dalam sains lebih didasarkan pada kesadaran etis ilmuwan bahwa sikap ilmiah seperti: kerendahan hati, kejujuran, akurasi, dan sikap kritis tidak boleh ditinggalkan  oleh seorang ilmuwan ketika merumuskan, menyajikan, dan menyikapi klaim-klaim kebenaran ilmiah.

Sikap Ilmiah

Sikap ilmiah adalah cara pandang dan bertindak (perilaku)  seseorang yang dicirikan dengan:
  • selalu ingin tahu,
  • selalu menuntut bukti terhadap suatu klaim,
  • jujur dalam menyajikan data faktual,
  • terbuka pada pikiran dan gagasan baru, 
  • tidak percaya takhayul,
  • kreatif dalam menghasilkan karya ilmiah,
  • peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan,
  • dapat bekerja sama,
  • tekun, dan
  • teliti.

No comments:

Post a Comment